KEDATANGAN ISLAM KE
DUNIA MELAYU
Oleh: Mairita Fitri
A.
Pendahuluan
Islam memiliki karakteristik global, yang mana bisa diterima dalam setiap
ruang dan waktu. Namun saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karakteristik
globalnya seolah-olah hilang melebur ke dalam berbagai kekkuatan lokal yang
dimasukinya. Satu kecendrungan dimana biasa Islam mengadaptasi terhadap
kepentingan mereka. Khususnya dikawasan Nusantara, dimana disana identik dengan
budaya melayu, budaya Melayu yang ada di Nusantara menjadikan Agama Islam
disana berkarakter Islam melayu. Islam dan masyarakat tradisional Melayu pada
dasarnya adalah bentuk Islam pribumi, yang dianut sebagai prinsip-prinsip
akidah dengan ajaran-ajaran ritualnya yang bersifat wajib. Islamisasi
orang-orang Melayu, seperti itu juga yang dialami oleh orang-orang ditempat
lain, tidak pernah berlangsung secara sekaligus, akan tetapi melalui proses
yang berjalan secara bertahap-tahap.
Dunia kebudayaan Melayu membentang dari malaysia dan Indonesia sampai ke
Fhilipina Selatan (kepulauan Mindano). Ia merupakan kawasan kebudayaan yang
berdasarkan etnolinguistik sangat luas
dan beragama. Meskipun secara etnologis penduduk di kawasan ini lebih homogen
pada ras Melayu, namun dalam kenyataanya realitas sosial dan budaya yang
berkembang di dalamnya menunjukkan keragaman, sangat homogen. Islam telah
memiliki sejarah yang amat panjang di kawasan melayu. Sekalipun demikian,
proses Islamisasi masih terus berlanjut terutama di daerah-daerah pedalaman,
khususnya bagi suku-suku primitif tertutup di Indonesia yang masih menganut
animisme. Sampai sekarang kita masih bisa menyaksikan pengenalan Islam terhadap
suku Kubu di Jambi, Badui di Banten, apalagi suku-suku di sekitar Lembah Balim,
Irian barat.
B.
Kedatangan Islam Kedunia Melayu
Islam datang
dikawasan Melayu diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian
mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara
optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. Awal kedatangannya diduga
akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti
Mesir, Yaman, atau Teluk Persia) atau dari daerah sekitar India (seperti
Gujarat, Malabar, dan Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara,
semacam Sriwijaya di Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa. Perkembangan
mereka pada abad ke-13 sampai awal abad ke-15 ditandai dengan banyaknya
pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di Malaka, Aceh, maupun di Jawa
seperti di pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik, Demak, dan sebagainya.
Pusat-pusat kekuatan
ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan dalam bentuk
kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh,
maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok
sufi, dan para mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia
tersebut atau dari berbagai tempat lain dari Timur Tengah terus berakumulasi
dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas politik, yakni kesultanan
pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan semangat
lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus
wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku,
seperti Ambon, Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan, pulau-pulau
Sulu dan Filipina.[1]
Pengaruh persia
terhadap kebudayaan Melayu juga sangat terasa pada pemikiran-pemikiran seni dan
bahasa. Banyak pola-pola kata dan bahasa yang di adopsi dari pola-pola Persia,
simana huruf akhiran “th” yang selalu dibaca
tegas seperti pada kata masyaraka(t),
makluma(t), khiyana(t), dan sebagainya. Sementara dalam pola bahasa Arab
akhiran “t” selalu dibaca mati dan diganti dengan akhiran “h”; khiyanah,
ma’lumah, dan sebagainya. Istilah-istilah lain seperti cilla (duduk
bersila), bazar (pasar) dan sebagainya, termasuk pada pola dan wujud
seni sastra Melayu yang hampir separuhnya terpengaruh Persia.[2]
Mengenai teori kedatangan Islam di
Melayu terdapat banyak pendapat dan masing-masing pendapat diikuti dengan
bukti-buktinya. Memang banyak hal yang dipermasalahkan apabila membicarakan
apabila membicarakan tentang kedatangan Islam. meskipun demikian maka teori
kedatangan Islam meliputi tiga hal pokok yakni dari mana asal kedatangan Islam
waktu kedatangan Islam dan siapa yang membawa Islam itu sendiri. Namun terlepas dari teori tersebut yang jelas Islam
pada awalnya bertapak di kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh,
Malaka, Riau, dan kota-kota pelabuhan lainnya. Hal ini disebabkan karena
Kepulauan Melayu memang berada di persimpangan jalan laut bagi para pedagang
yang akan melakukan perjalanan perniagaan. Misalnya pedagang Arab, Persia,
India, dan China dengan dua arah bolak balik. Oleh sebab itu secara umum
dikatakan bahwa Islam disebarkan oleh para pedagang muslim yang melakukan
perdagangan ke berbagai wilayah.[3]
Sebelum islam
datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme,
hinduisme, dan budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara
berangsur-angsur mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat
Melayu Nusantara. Proses islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari
peranan kerajaan Islam. Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya
diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Dalam
perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak hanya
dalam pemapanan kesultanan sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan
pengembangan institusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum
(peradilan agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.[4]
Mengenai tempat asal datangnya
Islam ke kawasan Melayu ada berbagai teori antara lain:
1.
Teori Arab
Pendapat ini menyatakan bahwa Islam
datang langsung dari Arab atau lebih tepatnya dari Hadramaut. Karena jika
dilihat secara nyata jauh ke belakang sebenarnya telah terjadi hubungan antara
penduduk nusantara dengan bangsa Arab sebelum kelahiran Islam. Dalam satu catatan -shih” telah ditemui pada tahun
650 M/30 H. perkampungan tersebut dihuni oleh orang-orang Arab yang datang ke
Sumatera pada abad ke-7 M. Selain tu pula bahwa pada abad 7 M yakni sekitar
tahun 632 M berangkatlah satu ekspedisi yang terdiri dari beberapa orang
saudagar Arab dan beberapa orang mubaligh Islam berlayar ke negeri Cina dan
tinggal di pelabuhan Aceh yaitu di Lamuri. Kemudian dikatakan pula bahwa pada
tahun 82 H atau tahun 717 M berlayar pula 33 buah kapal Arab-Persia yang
diketuai oleh Zahid ke Tiangkok dan singgah pula di Aceh, Kedah, Suam, Brunei
dan lain-lain. Kepentingan mereka adalah
untuk berdagang dan menyebarkan Islam. selanjutnya T. W. Arnold dalam bukunya “The Preaching Of Islam” menyebutkan pada
674 M telah ada koloni Arab di Pantai Barat Sumatra dan ada dari pembesar Arab
itu yang menjadi kepala koloni disana, yaitu sekitar 676 M.
Teori Arab ini sangat banyak
menampilkan bukti-bukti tentang keberadaan orang Arab di Wilayah Melayu, baik
sebelum Islam maupun sesudah Islam. selain itu dapat juga dilihat bahwa system
aksara Arab-Melayu yang ada di nusantara merupakan saduran dari aksara Arab
atau aksara Timur Tengah. Hal ini menandakan telahh terjadinya interaksi yang
dalam antara kedua wilayah itu.[5]
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan Syeikh
Ismail dengan kapal dari Mekkah ke Pasai, djan lalu ia mengislamkan Merah Silu –
penguasa setempat – yang kemudian diberi gelar Sultan Malik al-Saleh. Demikian juga
informasi yang diberikan dalam sejarah Melayu (1952), Parameswara – penguasa
melaka – juga di Islamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang Arab dari Jeddah.
Setelah masuk Islam ia diberi gelar Sultan Muhammad Syah. Historiografi lainnya,
Hikayat Mahawangsa meriwayatkan bahwa
Syeikh Abdullah al-Yamani datang dari Makkah ke Nusantara dan mengislamkan penguasa
setempat, Phra Ong Mahawangsa(Merong Mahawangsa) dan para mentrinya, serta sekalian
penduduk Kedah. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Muzaffar Syah. Sementara
itu, sebuah historiografi dari Aceh (1982) menerangkan bahwa nenek moyang Sultan Aceh berasal dari Arab yang bernama
Syekh Jamal al-‘Alam, yang dikirim Sultan Utsmani untuk mengislamkan penduduk
Aceh. Riwayat Aceh lainnya menyatakan bahwa Islam diperkenalkan di Aceh oleh
seorang Arab yang bernama Syekh Abdulah ‘Arif sekitar tahun 506 H/ 1111 M.[6]
Dalam seminar sejarah masuknya Islam
ke Indonesia tahun 1962, Hamka menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia
langsung dari Arab, bukan melalui india bukan pada abad 11 akan tetapi Islam
masuk pada abad pertama Hijrah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini didukung
oleh Naquib al-Attas dengan mengkaji literature Melayu abad ke-10 dan 11 H
(16-17 M). karena dalam berbagai tulisan Melayu selalu disebutkan peran bangsa
Arab dalam proses Islamisasi.[7]
2.
Teori India
Teori kedatangan Islam ke Nusantara
dibawa oleh pedagang-pedang dari India telah dipelopori oleh orientalis seperti
Snouck Horgronje dan Brain Harrison. Teori ini diperkuat lagi dengan bukti lain
yakni penemuan batu-batu nisan seperti batu nisan di Pasai yang bertanggal 17
Dzulhijjah 831 H (27 September 1428) mirip dengan batu nisan yang ada dimakam
Maulana Malik Ibrahim di Gresik Jawa Timur bahkan sama pula bentuknya dengan
batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat. Sementara itu didapati juga
pendapat yang mengatakan bahwa Islam dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal
dari Malabar bukan Gujarat. Hal ini
dekarenakan adanya kesamaan mazhab yang di anut oleh masyarakat Nusantara
dengan masyarakat di Malabar yakni manganut Mazhab Syafi’i. Sedangkan di
Gujarat, masyarakatnya mengamalkan mazhab Hanafi. Selain itu Gujarat menerima
Islam lebih belakang dari Pasai.
Ada pula pendapat lain yang
mengatakan bahwa muslim yang banyak di Pasai adalah orang-orang Benggali atau
keturunan mereka. Islam muncul pertama kali di semenanjung Malaya dari arah
pantai Timur bukan dari pantai barat yaitu Malaka. Pendapat ini banyak dinilai
lemah oleh sejarawan karena alasannya tidak kuat terutama dalam hal angka tahun.
3.
Teori China
Terdapat juga teori yang mengatakan
bahwa Islam di bawa ke Nusantara melalui Negara China karena Islam telah sampai
ke China pada zaman pemerintahan Dinasti Tang sekitar tahun 659 M. pendapat ini
didukung oleh Emanuel Godinho De Evedia yang digunakan oleh Othman dalam
tulisannya yang mengatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari China melalui
Kanton dan Hainan pada abad ke-9 M dengan bukti ditemukannya batu bersurat di
Kuala Berang Telengganu yang terletak di Pantai Timur Tanah Melayu.
Selain itu, teori ini didukung oleh
fakta di mana telah terjadi kegiatan perdagangan antara orang-orang Islam dari
Asia barat (Arab-Persi) sejak abad ke-3 H (abad ke-9 M) atau lebih awal yaitu
abad pertama kali hijrah (abad ke-7). Menurut Syafi Abu Bakar dalam
penelitiannya mengatakan bahwa terdapat lebih kurang 200.000 pedagang-pedagang
di pelabuhan Katon yang sebagian besarnya adalah pedagang-pedagang Islam.
Mengenai teori China ini sebenarnya masih lemah karena secara area atau lokasi,
negeri China berada di sebelah utara dan untuk sampai ke China harus melalui
Selat Malaka terlebih dahulu. Jika orang-orang Arab berdagang ke China mestinya
akan singgah terlebih dahulu di Nusantara sebelum Sampai ke China karena
Nusantara berada di tengah-tengah pelayaran perdagangan yang terkenal dengan
nama selat Malaka. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa Islam telah
ada di Nusantara sebelum ke China.
4.
Teori Eropah
Teori yang menyatakan bahwa Islam
itu datang dari eropah secara mutlak berpegang pada apa yang disebutkan oleh
pengembara italia Marcopolo bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara adalah pada
abad ke tiga belas Masehi di sebelah utara pulau sumatera. Dalam hal ini mereka
membatasi pendapat hanya pada perjalanan Marcopolo ke daerah tersebut yang
terjadi pada tahun 1292 M dengan pendapatnya sebagaimana yang tertulis di dalam
Ensiklopedia dunia islam sebagai berikut:
“sesungguhnya semua penduduk negeri ini
adalah penyembah berhala kecuali di kerajaan kecil perlak yang terletak di
timur laut Sumatera dimana penduduk kotanya adalah orang-orang islam. sedangkan
penduduk yang tinggal di bukit-bukit mereka semuanya adalah penyembah berhala
atau orang-orang biadab yang memakan daging manusia,”
Selanjutnya, dikatakan pula bahwa
karena penamaan ini sebelum kedatangan Marcopolo, maka hal ini menmbulkan tanda
Tanya. Mungkin saja daerah samara bukan samudra itu sendiri. Tetapi jika ya
demikian, maka Marcopolo salah ketika mengatakan kota itu bukan kota islam,
karena sesungguhnya di sana terdapat beberapa batu tertulis dan merupakan
pemerintahan islam pertama di samudra. Sultan Malaka yaitu Malik al-Shaleh
berada di sana tahun 696 H (1297 M). Dengan demikian itulah masa pertama yang
jelas tentang adanya masyarakat islam yang pertama di Nusantara.
5.
Teori Muslim
Ada
beberapa pendapat sejarawan Arab dan Muslim tentang masuknya islam di Asia
Tenggara. Misalnya Muhammad Dhiya Syahab dan Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa
banyak buku-buku sejarah dari Barat dan orang-orang yang mengikutinya yang
mengira bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M tetapi saya
berkeyakinan bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara jauh sebelum masa yang
diduga oleh orang-orang asing itu dan para pengikut mereka.
Kemudian
pendapat Syarif Alwi bin Thohir Al-Haddad salah seorang Mufti Kesultanan Johor
Malaysia mengatakan bahwa pendapat-pendapat para sejarahwan tentang masuknya
islam ke Asia Tenggara adalah tidak tepat. Terutama pendapat sejarawan
Eropa yang menetapkan masuknya islam ke
jawa pada tahun 800-1300 H, di Sumatera dan Malaysia pada abad ke 7 Hijriah.
Kenyataan yang benar bertentangan dengan apa yang mereka katakan. Karena sesungguhnya
islam telah mempunyai raja-raja di Sumatera pada abad ke enam bahkan ke lima
hijriah.
Kemudian
ahli sejarah dan mufti ini mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan tentang
masuknya islam ke sumatera, negeri-negeri melayu, kepulauan sulu dan Mindanao.
Islam telah masuk ke daerah-daerah tersebut sebelum waktu yang disebutkan oleh
orang-orang eropa. Bukti-bukti telah menunjukkan hal tersebut. Demikian juga
yang terjadi tentang masuknya islam ke jawa dan china. Rahasia (kunci)
kesalahan ini sebagaimana dikatakan adalah, bahwasanya orang-orang jawa tidak
mempunyai penggalan tahunan yang tepat sebelum masuknya islam dan sesungguhnya
hal itu terjadi jauh setelah itu dan di masukkan pada kejadian-kejadian dalam
sejarah.
Keterangan-keterangan di atas ditambah lagi dengan apa
yang disebutkan oleh sejarah-sejarah Sulu dan Mindanao, bahwasanya Makhdum
datang ke daerah-daerah tersebut sebagai da’I pada tahun 1380 M yaitu tahun 782
hijriah bertepatan dengan 1308 tahun jawa. Maka
antara masuknya Makhdum Isha ke jawa dan tahun ini terdapat perbedaan yang tak
kurang dari 47 tahun.
Selain itu, Dr. Muhammad Zaitun mengatakan bahwa walaupun
para sejarahwan menyebutkan masuknya islam ke Malaysia pada abad ke enam
hijriah (abad ke 12 M), pendapat yang lebih kuat adalah islam telah masuk
kesana jauh sebelum itu. Mungkin tahun yang disebutkan oleh mereka hanya
menjelaskan catatan-catatan sejarah seperti yang tertulis di prasasti yang
sampai kepadanya sesudah pemerintah wilayah-wilayah tersebut memeluk agama
islam dan terbentuk kesultanan-kesultanan islam di daerah tersebut. Di
Malaysia, wilayah kedah adalah wilayah yang paling cepat memeluk islam.[8]
6.
Teori Benggali (Bangladesh)
Teori yang menyatakan bahwa Islam
itu datang dari Benggali (kini Bangladesh) yang diajukan oleh Fatimi. Fatimi
beragumentasi bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang benggali
atau keturunan mereka. Selain itu Fatimi menjelaskan bahwa Islam muncul pertama
kali di Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukan dari barat
(Malaka), pada abad ke 11 M, melalui
Kanton, Phanrang, sementara elemen-elemen prasasti yang ditemukan di Terengganu
juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran.
Teori Gujarat dan
Bengali sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan
tertentu. Ini dimunculkan oleh Morrison (1951). Ia menjelaskan meski batu-batu
nisan yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal
dari Gujarat atau Bengali, itu tidak berarti Islam juga datang dari sana.
Menurut Morrison, pada masa Islamisasi Samudera Pasai yang raja pertamanng raja
pertamanya wafat tahun 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan kerajaan
Hindu. Barulah setahun kemudian (699 H/1298M) Cambay, Gujarat ditahlukkan
kekuasaan Muslim. Selanjutnya dinyaatakan, meski laskar Muslim beberapa kali
menyerang Gujarat - masing-masing 415 H/1024 M, 574 H/1178 M, 595 H/1197 M –
raja hindu disana mampu mempertahankan kekuasaannya hingga tahun 698 H/1297 M.
Berdasarkan hal tersebut, Morrisson mengemukakan bahwa Islam di Nusantara bukan
berasal dari Gujarat, melainkan dibawa para Muslim dari Pasai Coromandel pada
akhir abad ke-13.[9]
C.
Kesimpulan
Islam datang
dikawasan Melayu diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian
mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara
optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. Awal kedatangannya diduga
akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah dari
daerah sekitar India dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Sebelum islam
datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme,
hinduisme, dan budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara
berangsur-angsur mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat
Melayu Nusantara. Proses islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari
peranan kerajaan Islam. Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya
diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata.
Mengenai tempat asal datangnya
Islam ke kawasan Melayu ada berbagai teori antara lain; Teori Arab, Teori India, Teori China,Teori Eropah, Teori Muslim, Teori Benggali
(Bangladesh). Teori-teori ini masing-masing
mempunyai alasan-alan yang mendasarinya. Namun menurut pemakalah sendiri asal
datangnya Islam ke kawasan melayu yang lebih dominan adalah dari Arab, karena
sebagaimana yang telah dipaparkan bahwasanya teori Arab lebih banyak
mengemukakan alasan dan bukti-bukti tentang kedatangan Isalam ke Nusantara
dibawa oleh saudagar-saudagar, pendeta dari arab yangmana mereka datang ke
Nusantara dengan Tujuan berdagang dan juga menyebarkan agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Islam
dan Tamadun Melayu, Riau: Daulat Riau, 2009.
Helmiati, Islam
dalam Masyarakat & Politik Malaysia, Pekanbaru: Suska Press UIN Suska
Riau, 2007.
Roza Ellya, Islam
dan Tamadun Melayu, Pekanbaru-Riau: Daulat Riau, 2013.
Thohir Ajid, Studi
Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, Jakarta:
Raja Pers, 2011.
[1]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan
Geo-Politik, (Jakarta: Raja Pers, 2011), h. 324-325.
[3]Ellya Roza, Islam dan Tamadun Melayu, (Pekanbaru-Riau: Daulat Riau,
2013), h. 67.
[4]Helmiati, Islam dalam Masyarakat & Politik Malaysia, (Pekanbaru:
Suska Press UIN Suska Riau, 2007), h. 36-37.
[5]Ellya Roza, Op Cit., h. 67-69.
[6]Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu, (Riau: Daulat Riau, 2009), h.
28.
[7]Ellya Roza, Op Cit., h. 70.
[9]Hasbullah, Op Cit., h. 31-32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar